Blockchain Dapat Meningkatkan Ketertelusuran dalam Pengelolaan Limbah Global

Pengelolaan sampah tidak diragukan lagi merupakan salah satu tantangan terbesar secara global. Laporan menunjukkan bahwa 33 persen sampah padat yang dihasilkan di wilayah perkotaan tidak dibuang dengan cara yang ramah lingkungan dan aman. Salah satu laporan menyebutkan bahwa risiko yang terkait dengan hal ini dapat dikurangi dengan menggunakan teknologi blockchain. Saat ini, teknologi tersebut sebagian besar dimanfaatkan oleh sektor cryptocurrency.

Blockchain dan IoT Bersama-sama Dapat Bermanfaat Bagi Pengelolaan Sampah

Sebuah makalah yang diterbitkan oleh MDPI, penerbit jurnal ilmiah dengan akses terbuka, menggambarkannya sebagai “pendekatan baru terhadap tantangan kelestarian lingkungan dan akuntabilitas di dunia modern.” Makalah ini ditulis bersama oleh Katarzyna Bulkowska, Magdalena Zielińska, dan, Maciej Bułkowski.

Blockchain hanyalah sebuah teknologi buku besar terdistribusi (DLT) yang mencatat informasi dalam unit yang disebut blok. Cara kerjanya mirip dengan Google Docs, pengolah kata online. Ketika tautan dokumen dibagikan, semua orang dapat mengakses data yang terdapat dalam dokumen dasar. Blockchain beroperasi dengan konsep serupa ditambah informasi yang dimasukkan ke dalam blok tidak dapat dimanipulasi.

Integrasi teknologi dengan pengelolaan sampah dapat menjadi bagian penting dalam pengembangan kota pintar. Makalah ini menyoroti bahwa memasukkan Internet of Things (IoT) dengan blockchain dapat bermanfaat dalam hal ini. Meskipun yang pertama dapat mengumpulkan data secara real-time, yang kedua akan menjaga keamanan dan kekekalan.

Mengingat sifat blockchain yang tahan terhadap kerusakan, ini mungkin terbukti lebih baik daripada sistem terpusat. Makalah ini mencatat, “Tidak seperti sistem pengelolaan data limbah terpusat saat ini yang rentan terhadap gangguan yang disengaja atau tidak disengaja, kemampuan pelacakan ini meningkatkan integritas proses.”

Menurut penelitian, melacak jenis limbah layanan kesehatan tertentu mungkin menjadi lebih mudah melalui blockchain. Hal ini juga dapat meningkatkan keselamatan manusia. Sensor dapat dipasang pada kantong sampah untuk membedakan antara limbah berbahaya dan tidak berbahaya. Data yang dikirimkan dari sensor kemudian dikirim ke blockchain untuk dilacak.

Kesepakatan Hijau Komisi Eropa juga disebutkan sebagai bagian dari penelitian dalam dokumen tersebut. Inisiatif ini disetujui pada tahun 2020 dengan tujuan menjadikan Uni Eropa (UE) netral karbon pada tahun 2050. Ursula von der Leyen, presiden komisi tersebut, membayangkannya sebagai “momen manusia di bulan.”

Makalah ini menyimpulkan bahwa “teknologi blockchain dapat menjadi pengubah permainan dalam pengelolaan limbah dengan mengatasi masalah salah urus, kerusakan lingkungan, dan inefisiensi.”

Data dari Bank Dunia, sebuah badan moneter internasional, menyoroti bahwa hampir 2 Miliar ton sampah padat dihasilkan setiap tahunnya. Angka tersebut diperkirakan akan meningkat menjadi 3.40 Miliar ton per tahun pada tahun 2050. Amerika Utara tetap menjadi penghasil sampah per kapita terbesar secara global diikuti oleh Eropa dan Asia.

Limbah elektronik telah menjadi segmen produksi limbah global yang tumbuh paling cepat. Data yang tersedia menunjukkan 53.6 Juta ton karbon dioksida dihasilkan pada tahun 2019 dan hanya 17.4 persen yang didaur ulang. Selain itu, 32 persen limbah padat perkotaan (MSW) di seluruh dunia didaur ulang. Saat ini, terdapat lebih dari 3,000 tempat pembuangan sampah aktif di Amerika Serikat.

Sumber: https://www.thecoinrepublic.com/2023/11/24/blockchain-can-enhance-traceability-in-global-waste-management/